Rabu, 01 Oktober 2014

Berani Memulai Bisnis dan Tak Jera Bila Gagal Berusaha


Berbagi kisah bersama H Jamaluddin (kanan) dan H Sulaiman (dua dari kanan).

Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia

Urang Banjar di Bagan Serai gemar berbisnis, meski rata-rata berlatar belakang petani, tapi mereka juga menekuni berbagai bisnis.  Para orang tua pun mewariskan bakat entrepreneur mereka kepada anak-anaknya.
 
Pada edisi terakhir catatan dari kunjungan Radar Banjarmasin ke kampung Banjar di Malaysia, tepatnya Bagan Serai, Distrik Kerian, Negeri Perak Darul Ridzuan, beberapa orang Banjar yang ditemui selalu antusias bercerita tentang usaha atau berbagai peluang bisnis.  Ketika berkenalan pun, mereka akan memberikan kartu nama yang menunjukkan, apa bisnis mereka.  Beberapa diantara mereka pun berani memulai usaha dengan menjual produk baru.
Pertama adalah Mohd Shukri Fadzli bin Mohsin Fadzli, dari namanya diketahui, ia adalah putra dari Ahli Parlimen Malaysia asal Bagan Serai.  Saat ini Shukri menggeluti usaha agribisnis tanaman stevia, tanaman pemanis asal Paraguay dan Brazil.
“Kami menanam 12.000 batang stevia dalam polybag, produk olahannya berupa pemanis alternatif yang aman untuk penderita penyakit gula, karena dia zero calorie,” ujar pria muda ini.
Saat wartawan Koran ini mengunjungi Malaysia pekan lalu, Shukri pun tengah mengikuti pameran di MAHA, Serdang, Negeri Selangor. “Kalau kita ingin ekspor ini ke Indonesia, kira-kira bagaimana prosedurnya, apakah bisa langsung di kirim ke Banjar,” ujarnya.
Pebisnis Banjar kedua adalah Haji Jamaludin Bin Asaari, pria yang menemani Radar Banjarmasin sepanjang kunjungan di Bagan Serai, sejatinya adalah seorang dosen.  Namun ia sengaja mengambil jam mengajar penuh di akhir pekan, agar masih bisa menekuni kegiatan lain.  Memang, pria ramah ini punya banyak kesibukan diluar rutinitas mengajar, seperti pernah ditulis sebelumnya.   Selain itu, ia masih sempat mengurus bisnis. “Ini namanya omega, oesaha menambah gajih,” ujarnya tertawa.
Menunjukkan tumpukan kardus Jerslin Oil di rumahnya.  “Ini minyak aromaterapi dengan berbagai khasiat yang menyehatkan.  Dibuat dari tanaman herbal, diantaranya minyak zaitun, bunga matahari, bijan dan habbatussauda. Nanti boleh coba,” ujarnya berpromosi.Minyak ini pun menurutnya sudah diekspor sampai ke Indonesia. “Kemarin kita kirim lewat Jakarta nilainya hampir Rp1 miliar,” terang Jamaludin.
Haji Jamaluddin menjalankan bisnisnya dibantu salah seorang putrinya, Nor Syafaah, Mahasiswi Universitas Sains Malaysia. Fakultas Bahasa Literasi dan Terjemahan - Inggeris dan Mandarin.
Dari rumah Jamaludin, wartawan Koran ini diajak menemui H Sulaiman bin Zarmil (75), pria kaya pengalaman ini dikenal memiliki putra-putri yang sukses dalam berbisnis.  H Sulaiman sendiri sejatinya adalah petani padi.  Sambil bercerita, ia pun mengajak Radar Banjarmasin untuk bersantap malam di warung samping rumahnya.  Menu ayam barampah dan segelas teh tarik pun disuguhkan dengan segera. “Yang buka warung ini orang Banjar jua, dia baru buka warung beberapa hari,” ujar Sulaiman.
Dalam perjalanan hidupnya, H Sulaiman mengaku pernah berkongsi untuk berbisnis, namun dalam perjalanannya usaha tersebut ambruk. “Pernah membangun syarikat (perusahaan) bongkar muat, ternyata gagal,” ujarnya.
Padahal untuk modal usaha tersebut ia sudah menggadaikan semua hartanya, termasuk tanah dan rumah.  Beruntung usaha tersebut bisa di ambil alih orang lain yang kemudian menjalankannya dengan sukses. Sehingga hartanya yang tergadai bisa selamat.
Ia pun pernah berbisnis batubara, ternyata juga tidak berhasil, yang ada modalnya sekitar 300.000 ringgit ambles.  Namun semua itu tinggal cerita, sekarang setidaknya ia sudah bisa menikmati hari tua dengan tenang, menghabiskan waktu dengan menjadi pengurus Masjid Al Athar.  Karena sekarang anak-anaknya sudah menjadi pengusaha sukses.
“Yang punya stasiun pengisian bahan bakar Petronas di Bagan Serai ini anak beliau, anak kedua H Syafrudin, peternak ayam besar, punya enam kandang.  Satu kandang 20 ribu ekor,” ujar Jamaludin menambahkan. “Coba lebih lama di sini, kita bisa jumpa Kulaan Banjar yang menjadi Distrik Officer (setingkat Bupati, Red) di Kerian,” tambah Jamaludin.
Demikianlah, urang Banjar di Bagan Serai Malaysia, meski jauh dari banua, tapi tetap mempertahankan identitas Banjar mereka, memelihara semangat beragama, kompak dan kada bacakut papadaan, mereka juga mampu menunjukkan, bahwa urang Banjar adalah pekerja keras dan bisa sukses, meskipun berada di perantauan. ***

Sudah Gunakan Mesin Pertanian Sejak Tahun 70-an


Bersama tetuha Banjar di Bagan Serai, Negeri Perak Darul Ridzuan, Malaysia.

Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia

Berdagang dan bertani padi merupakan usaha urang Banjar di Malaysia sejak awal kedatangan mereka di Bagan Serai, Negeri Perak.  Namun ternyata, usaha pertanian padi Urang Banjar di sana, sudah lebih maju dibanding petani di banua.

Wilayah Bagan Serai dibelah oleh jalan besar yang di kanan kirinya adalah pemukiman warga.  Dibelakang pemukiman tersebut terhampar sawah seluas mata memandang.  Orang Banjar di sana punya istilah sendiri untuk kawasan persawahan, yakni bandang.
“Memang bahasa Banjar di sini ada beberapa istilah yang tidak dikenal orang Banjar,” ujar H Yusuf bin H Omar (75) tokoh masyarakat Banjar di Bagan Serai.
“Samseng, tahulah ikam?” ujarnya bertanya kepada wartawan koran ini. “Artinya buntat, jagau,” ujarnya tertawa.
Yusuf pun mengakui, sekarang banyak budaya banua yang mulai ditinggalkan generasi Banjar di Bagan Serai.  Salah satu diantaranya adalah kemampuan beladiri tradisional Banjar, Kuntau. “Waktu kami muda, dulu disini banyak perguruan Kuntau,” ujarnya.
Kebiasaan membawa senjata tajam pun masih menjadi tradisi warga Banjar pada masa itu. Sampai-sampai, perempuan Melayu pun takut menikah dengan lelaki Banjar.  Namun ujar Yusuf, hal itu sekarang sudah tidak terjadi lagi. “Sekarang sudah membaur, orang Banjar pun tidak hanya menjadi petani, banyak yang jadi polisi, guru, sampai DO (distrik officer, setingkat bupati, Red),” ujarnya.
Kalaupun tetap menjadi petani, cara mereka pun sudah lebih maju. Petani di Bagan Serai tidak lagi melakukan aktivitas pertanian tradisional.  Mulai menanam sampai memanen, dilakukan oleh mesin.
“Penggunaan mesin-mesin itu sudah sejak tahun 70-an atau sudah 30 ke 40 tahun yang lalu,” terang ujar H Sulaiman bin Zarmil (75) kepada Radar Banjarmasin.
Dengan begitu, satu keluarga petani di Bagan Serai, rata-rata menggarap 1-2 hektare lahan.  “Dulu pemerintah yang membuat irigasi, dengan alat-alat berat, kemudian setiap keluarga mendapat pembagian tanah untuk digarap,” ujar H Sulaiman. 
Bagaimana menanam padi dengan mesin? H Sulaiman pun memberikan gambaran, benih padi disebar diatas media tanah diatas plastik, kemudian setelah tumbuh, benih yang menjadi bibit padi tadi digulung dan dimasukkan ke dalam mesin.  Sehingga petani tinggal menjalankannya.  Penggunaan mesin juga dilakukan untuk pemupukan, penyemprotan dan panen.
“Ketika panen, sawah dikeringkan, truk pemanen langsung membabat padi dan memasukkannya dalam wadah penampungan.  Setelah itu langsung dibawa ke pabrik pengolahan untuk dirontok,” terangnya.
Karena sangat terbantu dengan penggunaan mesin-mesin tersebut, akhirnya para petani di sana masih mempunyai waktu banyak untuk menjalankan usaha lain.  Sehingga orang-orang Banjar di Bagan Serai pun dikenal gemar berbisnis.  Seperti apa bisnis mereka, nantikan kelanjutan catatan ini pada edisi besok. (bin)

Persiapkan Museum Banjar di Parit Buntar


Masjid Tinggi (kanan) dan Masjid Al Athar, Bagan Serai, Malaysia
Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia

Bagan Serai, Negeri Perak Darul Ridzuan ternyata bukan satu-satunya daerah pemukiman warga Banjar di Malaysia.  Kedatangan orang Banjar ke Malaysia pun terjadi dalam beberapa gelombang, dimulai sejak zaman kerajaan Banjar.

Menurut Haji Jamaluddin bin Asaari, eksistensi orang Banjar di Malaysia ditandai dengan penggunaan Bahasa Banjar di daerah pemukiman orang Banjar.  Selain di Bagan Serai, di negeri Perak orang Banjar juga banyak bermukim di Kuala Kurau, Parit Buntar, Tanjung Piandang, Selinsing, Gunung Semanggol (Kerian), Bota, Titi Gantung, Sitiawan,  Sungai Manik, Bagan Datuk.
Sementara di negeri Selangor, kelompok Banjar dapat ditemui di Sabak Bernam, Sungai Besar, Sekinchan dan Kuala Selangor. Di Johor pula terdapat di kawasan Batu Pahat, Muar dan Mersing.
Sebagai dosen di Fakultas Bahasa Universitas Sultan Idris Malaysia, Jamaluddin aktif dalam kegiatan kemasyarakatan Banjar.  Ia adalah pengurus di Pertubuhan Banjar Malaysia, kemudian setia usaha (sekretaris, Red) di Masjid Al Athar, kemudian mengurus College Al Akhlak Al Islamiyah Masjid Tinggi dan terbaru ia mendapat tugas untuk menyiapkan museum Banjar.
Bersama Haji Jamaluddin bin Asaari di depan Masjid Tinggi
Soal kedatangan orang Banjar ke Malaysia, selain karena perdagangan karet sebagaimana diceritakan tokoh-tokoh tua Bagan Serai di edisi kemarin, menurut Jamaluddin sebelumnya juga sudah ada tiga gelombang kedatangan orang Banjar.  Mereka inilah yang tinggal tersebar di berbagai negeri di Malaysia.
Pertama, pada tahun 1780 terjadi migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnik Banjar yang menjadi imigran ketika itu adalah para pendukung Pangeran Amir yang menderita kekalahan dalam Perang Saudara antara sesama bangsawan Kesultanan Banjar.
Kedua, pada tahun 1862 terjadi lagi migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Masyarakat Banjar yang menjadi imigran adalah terdiri dari mereka yang mendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Perang Banjar.  Sebagian diantaranya kemudian menyeberang ke Malaysia.
Ketiga, pada tahun 1905 etnik Banjar kembali melakukan migrasi besar-besaran ke pulau Sumatera. Kali ini mereka sekali lagi  terpaksa berhijrah kerana Sultan Muhammad Seman yang menjadi raja di Kerajaan Banjar ketika itu terbunuh di tangan Belanda.
Zuriat kesultanan Banjar inilah yang menyebar di berbagai daerah pemukiman Banjar di Malaysia.  Salah seorang Pegustian (istilah darah biru di Kerajaan Banjar) yang berhasil ditemui Radar Banjarmasin adalah H Ahmad Murad.  Ia adalah salah satu warga Malaysia yang pada Milad Kesultanan Banjar ke-508 di Martapura 925/11/2012) tadi mendapat gelar Dato' Natawarga Laksana Utama dari Sultan Banjar Pangeran H Khairul Saleh.  Saat ini Murad tinggal di Kuala Lumpur, tepatnya di kawasan Taman Tun Dr Ismail Jln Burhanudin Helmi No 18.
Kepada Radar Banjarmasin, Murad bercerita, saat Belanda menjajah kerajaan Banjar, sebagian anggota keluarga kerajaan mengamankan diri ke Malaysia dan Makkah.  "Datuk kami bermukim di Bagan Datu, disana sempat mendirikan masjid dan sekolah Islam," ujarnya.
Kemudian kakeknya pindah ke Sungai Besar yang kini juga dikenal sebagai daerah pemukiman orang Banjar di Malaysia. "Nah saya lahir di Sungai Besar," terang pria yang tercatat sebagai pensiunan Ketua Eksekutif di Anak Syarikat Bank Rakyat Malaysia tersebut.
Selain keturunan Banjar yang masih melestarikan budaya dan bahasa Banjar di Malaysia, jejak sejarah Banjar juga ada yang berupa bangunan, karena seperti sudah menjadi kelaziman, di setiap tempat yang ditempati orang Banjar di Malaysia, mereka selalu membangun masjid dan sekolah Islam.  Salah satu peninggalan bangunan terkenal adalah Masjid Tinggi di Bagan Serai.  Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun pada tahun 1897 yang dipelopori oleh Haji Din.  Ia mewakafkan tanahnya dan memimpin gotong royong membangun masjid ini, dengan arsitektur bangunan yang mirip dengan masjid-masjid tua di Banjarmasin.  Seperti masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin (1526 M), Masjid As Su'ada (Masjid Baangkat-1908), Masjid Banua Halat di Tapin dan Masjid Banua Lawas (1625 M) di Tabalong.
Demi pelestarian nilai sejarahnya, saat ini Masjid Tinggi sudah tidak difungsikan lagi, digantikan masjid Al Athar yang dibangun di sebelahnya.
"Menurut kisah, kayu ulin yang dijadikan tiang guru masjid lama ini dibawa dari Banjar," ujar H Jamaluddin, Sekretaris Panitia Masjid Al Athar, Bagan Serai kepada Radar Banjarmasin.
Setelah tidak lagi difungsikan, sempat ada wacana untuk menjadikan Masjid Tinggi sebagai museum Banjar.  Namun menurut pendapat para ulama setempat, karena museum bersifat terbuka, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang melanggar adab-adab di Masjid oleh pengunjung. "Akhirnya, untuk museum Banjar kita disediakan tempat di Parit Buntar oleh pemerintah, kebetulan kami yang menjadi panitia persiapannya," ujar Jamaluddin. (bin)

Dimana Ada Padi, Disitu Ada Banjar


Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia 

Nuansa Banjar di Bagan Serai tidak hanya terlihat dari nama-nama jalan dan daerah yang mirip dengan di banua.  Bahasa Banjar pun masih menjadi bahasa ibu mereka, gaya berpakaian dan tradisi mawarung, masih mudah ditemui di sini.

Budian Noor, Malaysia

Setelah sempat beristirahat sebentar di rumah Haji Jamaludin bin Asaari, ia mengajak Radar Banjarmasin untuk melihat suasana di sekitar Bagan Serai.  Jumat (30/12), saat itu, waktu baru saja lepas asar.  Diperjalanan kami berpapasan dengan serombongan pria bersarung dengan memakai baju koko. 
“Nah, kabalujuran (kebetulan) kita ke tahlilan aja, melihat bagaimana orang selamatan di sini, apakah sama dengan di Banjar,” ujarnya.
 Ia pun dengan cekatan memutar balik mobil sedan protonnya, wartawan koran ini diajak untuk menghadiri tahlilan almarhum Mad Jainudin bin Awang yang juga keturunan Banjar.  Wartawan koran ini pun diperkenalkan sebagai tamu dari Banjar kepada tuan rumah, Hasanuddin bin Husin.  Hasanuddin pun memperkenalkan keluarga besarnya, diantaranya Abdurrahman Auf, pebisnis emas yang juga berkantor di Jakarta.
“Inya ini urang Banjar jua, baru datang dari Jakarta,” ujar Hasanuddin.
Jamaluddin pun menjelaskan, sesama warga Banjar di Malaysia memang sangat akrab dan selalu menjaga silaturahmi.  Diantaranya melalui majelis tahlilan seperti ini.  Prosesi tahlilan di Malaysia pun tidak berbeda dengan di banua.  Dimulai dengan pembacaan yasin dan tahlil, diakhiri dengan doa.
Sedikit berbeda adalah cara penyajian hidangan.  Di Malaysia hidangan ditata dalam nampan, disitu ada sepiring jubung (penuh) nasi samin, ayam masak habang, udang, nanas bumbu kare dan oseng sayur dan ada tiga piring kosong.  Satu nampan tersebut dihadapi empat orang.
 Usai acara tahlilan, wartawan koran ini pun sempat berbincang dengan beberapa tokoh tua yang menjadi generasi kedua dan ketiga orang Banjar di Bagan Serai.  Diantaranya adalah H Kasim (75), ayahnya lahir di Alabio (HSU), H Sulaiman bin Zarmil (75) dan H Yusuf bin H Omar (75), keduanya adalah cucu dari orang Banjar yang datang dari Kelua (Tabalong).

Menurut H Kasim, urang Banjar yang ada di Bagan Serai adalah keturunan orang Banjar yang datang ke Malaysia karena alasan bisnis. 
“Mereka datang dengan kapal dagang, membawa karet ke Singapura, baru setelah itu dengan perahu menyusuri sungai dari muara ke arah hulu, lalu membuka bandang (persawahan, Red),” ujarnya.
Dari dulu ujarnya, orang Banjar memang dikenal pekerja keras.  Mereka membuka kawasan baru untuk persawahan, sehingga akhirnya menjadi kota yang ramai.  Saking akrabnya orang Banjar di Malaysia dengan padi, sampai ada istilah, dimana ada orang padi, disitu ada Banjar.  Dimana ada bamban –sejenis tumbuhan rawa yang dijadikan bahan anyaman- disitu ada Banjar.  (bin)

Menikmati Angkutan Umum dan Jalan Mulus Selama 7 Jam


Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia

Setelah terhubung dengan Haji Jamaludin, wartawan koran ini memulai perjalanan menuju kampung Banjar di Bagan Serai, Distrik Kerian, Negeri Perak Darul Ridzuan, Malaysia pada Jumat (30/12).  Perjalanan ditempuh lewat darat dengan menumpang angkutan umum.

Penulis sengaja memilih angkutan umum, untuk merasakan bagaimana layanan umum di negara berpenduduk 27 juta tersebut.  Dari hotel, wartawan koran ini menuju terminal Pudu Raya Kuala Lumpur.  Karena mendapat informasi bahwa bus Trans Nasional menuju Bagan Serai ada tiga kali sehari, yakni pukul 09.00, 15.00 dan 23.00 waktu Malaysia, tidak ada perbedaan waktu dengan Banjar.
Terminal Pudu Raya Kuala Lumpur
Suasana di ruang tunggu terminal masih sepi
Radar Banjarmasin menuju terminal untuk mendapatkan bus pukul 09.00.  Sampai di terminal, begitu turun dari taksi, para perayu tiket (calo) langsung menawarkan jasa.  Namun mereka tidak berani memaksa, begitu melihat penumpang berjalan menuju elevator terminal, mereka tidak berani lagi mengikuti.  Karena di dalam terminal, petugas keamanan selalu mondar-mandir mengawasi.
Terminal Pudu Raya, menjadi pusat pemberangkatan bus dari Kuala Lumpur menuju daerah-daerah yang jauh.  Canggih dan bersih, terminal yang memiliki empat lantai ini dilengkapi dengan fasilitas elevator dan lift untuk mobilisasi dari satu lantai ke lantai lain.  Lantai basement digunakan sebagai tempat mangkal bus yang akan berangkat.  Jadwal keberangkatan bus dari sini tepat waktu.  Jika pukul 09.00, maka penumpang diminta turun dari ruang tunggu yang ada di lantai atasnya,  sepuluh menit sebelum bus berangkat.  Tersedia kursi yang cukup untuk para penumpang dan jam berapapun sampai di terminal ini anda akan merasa nyaman dan aman. 
Di lantai berikutnya adalah tempat loket perusahaan bus menjual tiket.  Di atasnya terdapat pusat perbelanjaan.  Sedangkan lantai tiga digunakan untuk fasilitas umum, diantaranya musala yang cukup luas, parkir dan tempat penitipan barang.  Karena di sini ada peraturan, anda dilarang membawa tas besar ke dalam musala.  Sehingga disediakan fasilitas penitipan dengan membayar 50 sen.

Lantai empat adalah food court, tempat para penjual makanan.  Disini berbagai kedai makan-minum berjejer, bersaing menawarkan makanan.  Kebersihan di tempat ini juga dikelola dengan baik.  Menurut seorang penjual makanan, mereka membayar satu kios seharga Rp6 jutaan, tapi itu sudah termasuk biaya kebersihan, fasilitas listrik dan air.
Kembali ke rute perjalanan menuju Bagan Serai.  Ketika penulis mencari tiket, ternyata bus Transnasional yang menuju Hentian Raya Parit Buntar -terminal terdekat dengan Bagan Serai- ternyata sudah penuh hingga malam.  Sementara bus lain, baru berangkat pukul 10.30.  Tidak ingin membuang waktu menunggu di terminal, oleh petugas counter tiket, disarankan untuk mengambil bus menuju Penang Sentral/Butterworth.  Lalu dari situ naik bus lagi menuju Parit Buntar. 
Tarif RM 31,20 (hampir Rp100 ribu) pun dikenakan untuk rute Pudu Raya-Butterworth sejauh 350 kilometer.  Tapi ternyata, melewati jalur ini perjalanan menjadi lebih lama, 7 jam perjalanan.  Berangkat pukul 09.00 pagi tiba pukul 16.00 sore di Bagan Serai, karena harus berganti bus dari Penang Sentral dan naik taksi dari Parit Buntar.  Padahal jika langsung, waktu tempuh hanya sekitar 4 jam.  Sebagaimana ketika Radar Banjarmasin kembali dari Bagan Serai-Kuala Lumpur, berangkat pukul 01.00 tiba pukul 05.00.

Untungnya, sepanjang rute perjalanan, jalanan mulus dan bus melaju dengan nyaman.  Padahal jalan yang dilewati berbukit dan melewati gunung-gunung.  Tapi rupanya pemerintah Malaysia tidak tanggung-tanggung membuat jalan.  Satu arah dibuat tiga jalur, kemudian antar jalur berlawanan arah dipisahkan pagar yang ditengahnya terdapat parit.  Padahal, jika mengamati jalur yang dilewati, tidak mudah membuat jalan tersebut, tidak sedikit gunung batu yang harus dipapas.  Juga ada terowongan yang harus digali.  Walhasil, sepanjang perjalanan tidak bertemu jalan rusak dan sebagian penumpang pun bisa tidur dengan nyenyak sepanjang perjalanan.
Sampai di Bagan Serai, wartawan koran ini menghubungi Haji Jamaludin Bin Asaari, dari balik telepon pria tersebut meminta waktu 3 menit.  Tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil berhenti di depan terminal.  Pria berwajah berkopiah haji, mengenakan sarung, turun dari mobil dan langsung menghampiri wartawan koran ini, yakin, dialah Haji Jamaludin. “Kita naik ka rumah dahulu, istirahat, hanyar ba pusing-pusing (jalan-jalan),” ujar keturunan Banjar yang menjadi pensyarah (dosen) di Fakultas Bahasa Universitas Sultan Idris Malaysia tersebut.
Sepanjang jalan menuju rumahnya, pria ramah ini sangat antusias bercerita tentang orang-orang Banjar yang pernah mengunjungi Bagan Serai.   Kebanyakan adalah urang Banjar yang kebetulan sedang menuntut ilmu di Malaysia.  Sambil menyetir, ia pun menunjukkan identitas Banjar di jalanan Bagan Serai. “Nah, itu Jalan Banjar, kalau ke sana menuju Kuala Kurau,” ujarnya menunjuk papan arah jalan.
Dari jalan besar, menuju rumah Haji Jamaludin, masuk ke jalan beraspal yang lebih kecil, lalu masuk jalan berpasir yang sesungguhnya merupakan tanggul.  Di sisi jalan ada galian parit dan jalan merupakan tanggul yang berpasir putih.  Rumah warga terpisah-pisah, di belakang rumah hamparan sawah menghijau sejauh mata memandang.  Suasananya sangat mirip dengan daerah handil di Gambut, Kabupaten Banjar. 
Dan ternyata, galian parit tersebut ternyata adalah sistem irigasi yang tertata baik.  Ada banyak parit yang mengairi ribuan hektare sawah di daerah tersebut.  Setiap parit memiliki nama, Seperti Parit Haji Ali, Parit Ismail, Parit Husin dan Parit Haji Taib.
“Kemungkinan nama-nama parit ini diambil dari generasi awal yang menghuni daerah sini,” ujar tambahnya. (bin)

Jadi Ahli Parlimen, Timbalan Menteri sampai Mufti Kerajaan

Mengunjungi Bagan Serai, Bertemu Kulaan Banjar di Malaysia

Tradisi merantau bagi Urang Banjar memang tidak sekental orang Minangkabau.  Tapi sebenarnya, cukup banyak orang Banjar yang pergi merantau sampai ke luar negeri, hingga menetap dan membentuk perkampungan Banjar.  Salah satunya adalah di Bagan Serai, Distrik Kerian, Negeri Perak Darul Ridzuan, Malaysia.

Sebelum sampai ke Bagan Serai, untuk menemui Kulaan Banjar –istilah untuk komunitas Banjar- di Malaysia, wartawan Koran ini memulai perjalanan dari Banjarmasin menuju Balikpapan.  Berangkat Selasa (26/11) dengan maskapai Lion Air pukul 19.20 Wita dari Bandara Syamsudin Noor, setelah 50 menit penerbangan, tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan, pukul 20.10 Wita.  Besok hari, pukul 17.10 penerbangan dilanjutkan dari Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan menuju Kuala Lumpur.  Penerbangan dengan maskapai Air Asia ini berlangsung selama 2 jam 40 menit.  Keberangkatan wartawan koran ini, bersamaan dengan rombongan besar Kaltim Post (grup Radar Banjarmasin) yang terbang ke Malaysia untuk mendukung Timnas Indonesia di AFF Cup 2012. 
Dari bandara, perjalanan di lanjutkan menuju Prince Hotel Kuala Lumpur sekitar 65 kilometer dengan waktu tempuh sekitar satu jam.  Untungnya, sepanjang jalan yang dilewati mulus dan lebar, sehingga tidak ada hambatan. Di kiri kanan jalan, tampak hamparan kelapa sawit dan rute ini juga melewati stadion Bukit Jalil.  Setelah menginap satu malam di kamar seharga 500 Ringgit Malaysia (sekitar Rp1,7 juta) keesokan harinya Radar Banjarmasin bertemu dengan orang Banjar yang menjadi Ahli Parlimen (Anggota Parlemen, Red) Malaysia, Yang Berhormat Haji Mohsin Fadzli bin Haji Samsuri dan putranya Mohamad Shukri Fadzli bn Mohsin Fadzli di salah satu restoran China di kawasan menara kembar Petronas, ikon Malaysia. 
Seperti pernah diberitakan Radar Banjarmasin (6/11/2012), Mohsin dan putranya pernah berkunjung ke Redaksi Kaltim Post di Samarinda.  Ia juga sahabat karib Chairman Kaltim Post Group (KPG) yang juga Direktur Radar Banjarmasin H Zainal Muttaqien.
“Ulun minta maaf, kita batamuan di sini, soalnya berapa hari ini ada terus mansyuarat (Rapat, Red) sampai besok, Sabtu ada lagi majelis perkawinan keluarga,” ujar pria kelahiran Bagan Serai, 30 November 1945 ini kepada Radar Banjarmasin.
Sekadar diketahui, saat wartawan Koran ini berkunjung ke Malaysia, suasana di Kuala Lumpur memang sedang disibukkan dengan berbagai agenda politik, diantaranya Persidangan Perhimpunan AMNO, partai penguasa di Malaysia saat ini. 
Mohsin sendiri, merupakan salah satu orang Banjar yang mengangkat nama banua Banjar di Malaysia.  Meski bukan dicalonkan partai penguasa, ia terpilih sebagai wakil dari daerah Bagan Serai yang mayoritas penduduknya memang orang Banjar.  “Dari sekitar 300 ribu penduduk Bagan Serai, 90 persennya urang Banjar, 10 persennya campuran, maksudnya keturunan urang Banjar yang kawin dengan orang Melayu, China atau India,” tambahnya.
Sebagai anggota dewan, Mohsin pun dikenal dengan baik, oleh masyarakat Bagan Serai.  “Sidin sebenarnya bukan orang politik, tapi karena kami ingin ada Urang Banjar yang mewakili di parlemen, kami dorong untuk jadi calon, dan ternyata beliau terpilih, bahkan suaranya melebihi politisi yang lebih senior,” ujar Haji Jamaludin Bin Asaari, keturunan Banjar yang menjadi pensyarah (dosen) di Fakultas Bahasa Universitas Sultan Idris Malaysia yang ditemui Radar Banjarmasin keesokan harinya di Bagan Serai.
Mohsin terpilih menurut Jamaludin, karena ia memenuhi tiga kriteria yang diminta warga Bagan Serai, yakni orang Banjar, anak tempatan (putra daerah) dan agamanya bagus.  Ia juga lama menjadi Setia Usaha (Sekretaris, Red) di Pertubuhan Banjar Malaysia.
Dan ternyata, menurut Mohsin, ia tidak sendirian di parlemen, ada delapan orang keturunan Banjar menjadi ahli parlemen.  Bahkan mereka juga dipercaya untuk menjabat posisi penting di kabinet pemerintah.
“Ada Dr Abdul Latiff bin Ahmad yang menjadi Timbalan Menteri Pertahanan, timbalan itu semacam wakil,” tambahnya.
Kemudian Dr Puad Zarkashi, Timbalan Menteri Pelajaran Malaysia.  Selain itu banyak juga orang Banjar yang terkenal sebagai ulama, diantaranya Mufti Kerajaan Perak, Tan Sri Harussani Zakaria. 
Seorang keturunan Banjar yang juga tidak melupakan tanah banyu nenek moyangnya adalah Prof Dr Haji Mohd Basyaruddin Abdul Rahman, dosen di Universitas Putra Malaysia.  “Waktu tahu saya dari Kalimantan, dosen saya Prof Basya bilang kalau kakeknya dari Banjar, dia salah seorang Professor termuda di UPM,” ujar Akbar Ciptanto, mahasiswa S3 UPM asal Samarinda, Kaltim yang ditemui Radar Banjarmasin Sabtu (1/12).
Sementara itu, meski baru pertama kali bertemu dengan Mohsin, wartawan Koran ini benar-benar merasakan penyambutan hangat penuh kekeluargaan.  Ia pun menghiasi percakapan dengan melontarkan candaan khas Banjar.  “Urang Banjar mulai bahari harat olahraga,” ujarnya.
Kok bisa? “Iya, kalau lomba lari, ada delapan orang.  Coba, kalau satu orang, itu saurangan, dua orang, bedua, nah kalau delapan orang, itu balapan, iya kalo,” ujarnya tertawa. 
Tak terasa, waktu pun hampir tiga jam berlalu.  Karena ia harus kembali menghadiri persidangan, perjumpaan pun harus segera diakhiri.  Namun sebelumnya, Mohsin Fadzli menghubungkan wartawan koran ini dengan Haji Jamaludin, urang Banjar berikutnya yang akan ditemui wartawan Koran ini di Bagan Serai dan ia yang akan menceritakan, bagaimana ceritanya sampai terbentuk komunitas Banjar di daerah tersebut.  (bin)